Rabu, 30 November 2011

Tugas Softskill Review Jurnal


Basu Swastha Dharmmesta
Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Customer loyalty of specific brand,also called brand loyalty, is expected to get more academic attention from scholars to investigate. This article describes and analyses the concept of brand loyalty to the extent to which attitudinal and behavioural approaches and structures become the loyalty domain. The structure of loyalty shows elements comprising cognition affect, conation and action. These elements reflect loyalty categories. Techniques of loyalty measurement such as brand choice sequence, propprtion of purchase, brand preference, brand commitment,  loyalty scale, and acceptance/rejection ratio are also elaborated. Castomer satisfaction is not disregarded in the analysis since it closely relates to the concept of brand loyalty.
Ket words: loyalitas, kognisi, afek, konasi, tindakan, sikap, niat, pembelian, ulang, kesukaan.

PENDAHULUAN
Pemasar pada umumnya menginginkan bahwa pelanggan yang diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Ini bukan tugas yang mudah mengingat perubahan-perubahan dapat terjadi setiap saat, baik perubahan dapat terjadi setiap saat, baik perubahan pada diri pelanggan seperti selera maupun aspek-aspek psikologis serta perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi aspek-aspek psikologis, sosial dan kultural pelanggan. Masa krisi ekonomi di Indonesia yang berawal pertengahan 1997 memberikan gambar tentang terjadinya perubahan lingkungan yang berdampak pada proses keputusan beli pelanggan.
Dalam Jangka panjang,  loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagiperencanaan pasar stratejik ( kolter, 1997); selain itu juga dijadikan dasar untuk pengembangan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan( dick and basu 1994), yaitu keunggulan yang dapat di realisasi melalui upaya-upaya pemasaran
Istilah loyalitas pelanggan sebetulnya berasal dari loyalitas merek yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu. Dalam artikel in i kedua istilah tersebut, yaitu loyalitas pelanggan dan loyalitas merek menunjukkan hal yang sama. Oleh karena itu penggunaannya tidak dibedakan dan dapat diutarakan secara silih berganti.
KONSEP LOYALITAS PELANGGAN
            Istilah loyalitas sudah sering kita dengar,seperti emosi dan kepuasan,  loyalitas merupakan konsep lain yang nampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari , tetapi menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Tidak banyak literatur yang mengemukakan definisi tentang loyalitas.
            Loyalitas dapat difahami sebagai sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian seperti yang dikutip oleh Dick dan basu (1994) dari Day (1996) dan Jacoby dan olson (1970). Jika pengertian loyalitas pelanggan menekankan pada runtutan pembelian ,proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas, hal ini lebih bersifat operasional bukan teoritis.
Pendekatan Atittudinal  dan Behavioural
            Konsep tentang loyalitas merek perlu di perjelas   sebelum pengembangan metode operasionalisasi (pengukuran) dilakukan secara memadai. Klarifikasinya melibatkan ide yang berkaitan dengan pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behavioural yang tercermin dalam perilaku beli aktual.
            Loyalitas merek adalah (!) respon keperilakuan yaitu pembelian, (2) yang bersifat bias (nonrandom), (3) terungkap secara terus menerus , (4) oleh unit pengambilan keputusan , (5) dengan memperhatikan satu atau beberapa merek alternatif dari sejumlah merek sejenis, dan (6) merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif).
            Menurut definis tersebut, penelitian tentang lpyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi konsumen dan pembelian aktual, meskipun bobot relatif yang diberikan pada ke dua variabel itu dapat berbeda, bergantung pada bidang produk atau merek yang terlibat dan faktor situasional yang ada pada saat pembelian tertentu dilakukan.
            Jacoby dan chestnut (1978) seperti dikutip oleh dick dan basu (1994) telah mengkaji lebih dari 300 penelitian tentang layalitas merek dan menyimpulkan bahwa tidak ada definisi operaisional yang memuaskan tentang loyalitas merek. Tentunya hal ini menjadi tantangan bagi para peneliti lain. Sedangkan mowen dan minor (1998) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempiumyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya  di masa yang akan datang .

MEREK DAN ATRIBUT PRODUK SEBAGAI OBYEK LOYAL     
Loyalitas pelanggan pasti ditujukan pada obyek tertentu. Obyek yang dimaksud adalah merek atau atribut lain yang melekat pada produk. Akan tetapi, atribut lain seperti kualitas, kemasan, warna, dan sebagainya, jarang digunakan oleh pelanggan sebagai obyek loya; dan tentunya akan menjadi lebih sulit pengukurannya, merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak menjadi obyek loyal karena dianggap sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh pelanggan.
            Masalah paritasmerek (brand parity) menjadi tantangan bagi pemasar untuk mengatasinya. Dalam paritas merek konsumen menganggap tidak ada perbedaan antara merek dalam satu kategori produk. Keyakinan konsumen seperti ini terjadi untuk kategori produk sabun, handuk, kertas, dan keripik seperti yang diungkapkan oleh wall street journal dalam survei nya tahun 1989 (solomon 1996), survei  tersebut juga menemukan adanya loyalitas merek yang rendah pada kategori sayuran dalam kaleng, dan sepatu atletik, sedangkan loyalitas merek yang tinggi terjadi pada kategori saos tomat dan rokok karena mengandung cita rasa yang berbeda.

KATEGORI LOYALITAS
            Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa loyalitas merek itu merupakan fenomena attitudinal yang berkorelasi dengan peilaku, atau merupakan fungsi dari proses psikologis. Jackoby dan chestnut (1978) telah membedakan 4 macam loyalitas yaitu
1.      Loyalitas merek fokal yang sesungguhnya (true focal brand loyalty), loyalitas pada merek tertentu yang menjadi minatnya,
2.      Loyalitas merek ganda yang sesungguhnya (true multi brand loyalty), termasuk merek fokal,
3.      Pembelian ulang (repeat purchasing) merek fokal dari nonloyal, dan
4.      Pembelian secara kebetulan (happenstance purchasing) merek fokal oleh pembeli-pembeli loyal dan nonloyal merek lain.
Pembelian secara kebetulan mencakup runtutan pembelian ulang yang berkaitan dengan faktor-faktor selain loyalitas psikologis,  seperti tidak tersedianya merek favorit (surrogate purchasing) dan kendala  sementara pola-pola tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Pembelian ulang pada
                                       Loyalitas Psikologis pada:
Merek fokal
Merek ganda
Merek lain
Tidak satupun
Merek fokal
Loyalitas sesungguhnya
Loyal merek ganda
Pengulang nonloyal
Pembeli secara kebetulan
Merek lain
Pembelian merek lain secara kebetulan
Loyal merek ganda
Loyal merek lain
Pembeli secara kebetulan

Tabel 1. Kategori loyalitas menurut jacoby dan chestnut
Dalam tabel 1 tersebut terlihat bahwa pola pembelian ulang pada merek fokal dan merek fokal itu merupakan loyalitas psikologisnya, maka yang terjadi adalah loyalitas sesungguhnya, atau loyalitas pada merek tunggal. Dalam penelitian diperlukan dukungan data pembelian ulang pada merek fokal. Kategori loyalitas inilah yang yang selalu diharapkan oleh pemasar pada pelanggannya. Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yang sesungguhnya dapat dilakukan dengan menguji:
1.      Struktur keyakinan (kognitif), artinya informasi merek yang di pegangoleh konsumen (yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek fokal yang dianggap superior dalam persaingan,
2.      Struktur sikap (afektif), artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi dari pada merek saingan, sehingga ada prefernsi afektif yang jelas pada merek fokal, dan
3.      Struktur niat (konatif) konsumen terhadap merek fokal, artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli merek fokal bukannya merek lain. Ketika keputusan beli dilakukan.
Ketiga tahap pengambilan keputusan ini harus dikaji untuk meyakinkan adanya loyalitas merek sesungguhnya. Dalam perkembangan lebih lanjut, Dick dan Basu (1994) telah menyempurnakan literatur  tentang loyalitas dengan menciptakan sebuah model yang intergrasi.
Sikap relatif merupakan tingkat dimana evaluasi konsumen terhadap satu merek mendominasi merek lainnya. Kuncinya adalah pada dominasi, bukannya tingkat absolut skor sikap. Jadi, pengertian tentang sikap relatif tersebut melibatkan upaya pembandingan sikap menyangkut merek. Alternatif skor dapat sangat tinggi, tetapi mempunyai sikap relatif yang buruk jika skor merek skor lain juga tinggi. Dalam contoh dominasi misalnya, seorang konsumen dapat dinikmati semua atraksi di sebuah taman hiburan, tetapi hanya memiliki satu yang dianggap paling favorit diantara yang ada.
 Dengan batas tertentu semua alternatif mempunyai skor maksimum (yang ideal), dalam kasus dimana semua alternatif dapat disubstitusi secara sempurna. Hal ini menjelaskan satu contoh tentang sikap relatif rendah dan tentang loyalitas merek ganda loyalitas merek tunggal muncul pada satu merek terntentu diatas semua merek lainnya. Sikap relatif yang tinggi juga dapat muncul untuk merek-merek yang marjinal jika merek saingan umumnya berkualitas rendah. Hubungan antara sikap relatif dan pembelian ulang dapat ditunjukkan seperti pada tabel 2.
Sikap Relatif terhadap merek fokal
  Patronase Pengulangan pada merek fokal
Tinggi
Rendah
Tinggi
Loyal
Loyal yang tersembunyi
Rendah
Loyal yang palsu
Tidak loyal
                        Sumber: Diadaptasi dari Dick dan Basu (1994)
Tabel 2. Hubungan sikap relatif pada pembelian ulang
Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa loyalitas yang sesungguhnya terjadi hanya ketika patronase pengulangan muncul bersama sikap ralatif yang tinggi.  Jika sikap relatifnya rendah, maka loyalitasnya dianggap palsu atau pura-pura dan tidak dapat diharapkan akan terjadi terus.  Konsumen pada kondisi seperti ini dapat melakukan pembelian ulang karena hanya satu merek yang tersedia di penjual terdekat.Dalam hal ini, loyalitas tersembunyi dapat dirubah menjadi loyalitas yang sesungguhnya. Perubahan semacam ini dapat terjadi apabila penjual itu, pada contoh sebelumnya mulai secara teratur  menawarkan merek favorit, atau jika konsumen menjadi termotivasi untuk pergi  lebih jauh ke penjual yang menawarkan merek yang disukai.
TAHAP-TAHAP LOYALITAS BERDASARKAN PENDEKATAN ATTITUDINAL DAN BEHAVIOURAL
            Di depan telah dijelaskan bahwa loyalitas itu merupakan kondisi psikologis yang dapat dipelajari dengan pendekatan attitudinal dan behavioural. Dalam hal yang berkaitan dengan sikap terhadap produk , konsumen akan membentuk keyakinan, menetapkan suka dan tidak suka, dan memutuskan apakah mereka ingin membeli produk tersebut. Pendekatan seperti ini telah terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh Fishbein dan Ajzen (1975, Ajzen dan Fishbein, 1980, Ajzen 1987, 1988).
Dengan kerangka analisi yang sama, loyalitas berkembang mengikuti  tiga tahap, yaitu kognitif, afektif, konatif. Tinjauan ini meperikarakan bahwa konsumen menjadi loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif.  Dalam hal ini ketiga aspek tersebut harus selaras, meskipun dalam literatur tentang disonansi memperlihatkan tidak semua kasus mengalami hal yang sama. (Oskamp, 1991).
Tahap Pertama: Loyalitas Kognitif
            Konsumen yang mempunyai loyalitas terhadap tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lain. Jadi loyalitas hanya didasarkan pada kognisi saja.
Tahap kedua: Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan  fungsi dari  kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Seperti dikemukakan oleh Johnson,  Anderson, dan fornell (1995), bahwa kepuasan itu merupakan konstrak kumulatif yang dapat di modelkan sebagai model dinamis kepuasan pasar.
            Loyalitas tahap ini jauh lebih sulit dirubah.tidak seperti tahap pertama, karena loyalitasnya sudah masuk kedalam benak konsumen sebagai efek dan bukannya sendirian sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek  memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhan tentang suatu merek. (Oskamp, 1991 )
Tahap ketiga: Loyalitas Konatif
            Yang dimaksud faktor lain pada tahap kedua dimuka adalah dimensi konatif (niat melakukan), yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afek terhadap merek. Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen utuk melakukan sesuatu kearah suatu tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.
Tahap keempat loyalitas tindakan
            Pemahaman tentang loyalitas terfokus pada aspek non aksi yang berupa kognisi,afek dan konasi.penelitian berkaitan dengan keputusan membeli dan bukannya pembelian ulang, tetapi hal ini merupakan langkah dengan arah yang benar.
                                                                4 tahap loyalitas
Kognitif (kualitas,biaya,manfaat) (kualitas,biaya,manfaat)
Afektif ( kepuasan,keterlibatan,kesukaan,konsistensi,kognitif) ( ketidakpuasan,persuasi,coba)
Konatif   ( komitmen,konsistensi,kognitif) (persuasi,coba)
Tindakan ( komitmen,tindakan,biaya) ( persuasi,coba)
                                                         
Setiap tahap loyalitas mempunyai 2 alternatif kemungkinan kejadian yaitu:
Keteguhan konsumen pada merek yang dipilihnya dan kerentanan konsumen untuk pindah ke merek lain, jika hal ini dilakukan akan bermanfaat untuk mengeksplorasi kebalikan loyalitas yaitu perpindahan merek yang penelitiannya masih sedikit. Kedua hal ini akan bergantung pada seberapa besar tingkat integrasi yang ada pada konsumen, yang dimaksud dengan tingkat integrasi adalah kognitif,afektif,konatif dan tindakan .

KUALITAS PRODUK UNTUK MENGEMBANGKAN LOYALITAS MEREK
Konsumen yang memperoleh kepuasan atas produk yang dibelinnya cenderung melakukan pembelian ulang produk yangsama.salah satu factor paling yang dapat membuat konsumen puas adalah kualitas.
Jika pemasar sangat memperhatikan kualitas, bahkan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas konsumennya pada merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh. Kualitas dan periklanan itu menjadi factor kunci untuk menciptakan loyalitas merek jangka panjang.

PROMOSI PENJUALAN UNTUK MENGEMBANGKAN LOYALITAS MEREK
Selain melalui kualitas dan diperkuat dengan periklanan, loyalitas merek juga dapat dikembangkan melalui promosi penjualan. Cara serupa lainnya digunakan olrh pemasar untuk meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan pembelian ulang.

PENGUKURAN LOYALITAS MEREK
Secara umum, loyalitas merek dapat diukur dengan cara-cara sebagai berikut :
1.      Runtutan pilihan-merek
2.      Proporsi pembelian
3.      Preferensi merek
4.      Komitmen merek
Cara pertama dan kedua merupakan pendekatan keperilakuan sedangkan cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan atitudinal.

Runtutan Pilihan Merek
            Dalam metode runtutan merek atau disebut juga pola pembelian ulang ini, untuk memudahkan pengukuran, produk-produk yang sering dibeli konsumendapat dijadikan objek, seperti sabun rokok the dan pasta gigi. Sebagai contoh , jika A, B, C, D, E dan F merupakan merek-merek dalam sebuah kelompok produk tertentu, keempat  kategori loyalitas merek tersebut dapat dijelaskan dalam runtutan pembelian berikut :
1.      Loyalitas yang tak terpisahkan dapat ditunjukan dengan runtutan AAAAAA.
2.      Loyalitas yang terpisahkan dapat ditunjukan dengan runtutan ABABAB
3.      Loyalitas yang tidak stabil ditunjukan dengan runtutan AAABBB
4.      Tanpa loyalitas ditunjukan dengan runtutan ABCDEF

Proporsi Pembelian
Kelebihan yang ada pada cara ini dibandingkan runtutan pilihan merek adalah :
1.      Lebih mudah untuk dikuantitatifkan.
2.      Memungkinkan dilakukan identifikasi loyalitas merek ganda.

Cara ini mempunyai kelemhan, yatu penentuan loyalitas merek itu sangat arbitrer dan meragukan. Apakah konsumen itu dianggap loyal jika mereka mencurahkan 100 persen pembelian mereka pada satu merek tertentu? Atau seharusnya 75 persen? Atau 50 persen? Cara ini tidak memperhatikan factor kondisi produk kondisi penggunaan produk ketika dibeli.

Preferensi Merek
Cara ini tidak mengukur loyalitas merek yang menggunakan perilaku nyata sebagagi criterion seperti menggunakan komitmen psikologi. Dalam hal ini loyalitas merek dianggap sebagai sikap yang positif terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli.

Pendekatan atitudinal ini menunjukan bahwa sikap positif konsumen terhadap suatu merek telah menjadi dasar bagi pemahaman tenteng loyalitas merek. Oleh karena itu konsumen yang loyal pada sebiah merek memang secara aktif menyukai merek tersebut.

Komitmen Merek
Preferensi konsumen pada sebuah merek itu merupakan bagian dari loyalitas konsumen terhadap merek itu. Lain halnya dengan loyalitas merek , komitmen merek lebih terfokus pada komponen perasaan. Jadi pendekatan atitudinal ini tidak memasukkan komponen keperilakuan dalam loyalitas merek, sehingga lebih tepat ditujukan untuk mengukur komitmen merek.

Skala Loyalitas
Definisi loyalitas memberikan gambaran bahwa sebuah kuran loyalutas itu harus mengacu pada dua hal yaitu :
1.      Ketertarikan konsumen pada sebuah merek dan
2.      Kerentanan konsumen utnuk berpindah merek

Pada umumnya jumlah item yag dapat dimasukan kedalam skala loyalitas terbatas hanya berdasarkan baasan panjang. Pembahasan tentang skala loyalitas lebih difokuskan pada elemen yang disampelkan dari ietm skala berikut ini.
1.      Elemen ketertarikan konsumen pada sebuah merek.
Konsumen yang teguh pendiriannya untuk tetao memilih merek tertentu juga mengalami keempat tahap tersebut. Tahap loyalitas tersebut merupakan bidang-bidang spesifik yang perlu dimasukan ke dalam skala loyalitas jika masing-masing tahap terwakili. Sebagai contoh untuk masing-masing tahap loyalitas dapat dilihat pada table 3.
TAHAP
REPRESENTASI
CONTOH PERNYATAAN
Kognitif
1.      Kualitas merek
2.      Superriotas merek
Merek A memiliki lebih banyak manfaat dari pada merek lai dikelasnya
SS   S   N   TS   STS
Afektif
1.      Tingkat kesukaan
2.      Tingkat kepuasan sebelumnya
3.      Tingkat keterlibatan
Saya sudah semakin dewasa untuk lebih menyukai merek A dari pada merek lain
SS   S   N   TS   STS
Konatif
1.      Komitmen merek
2.      Niat beli
Saya berniat melanjutkan pembelian merek A di waktu yang akan dating.
SS   S   N   TS   STS
Tindakan
1.      Riwayat pembelian
Ketika mempunyai suatu kebutuhan akan sebuag produk dari jenis ini, saya hanya membeli merek A.
SS   S   N   TS   STS
Keterangan : SS = sangat setuju, S=setuju, N=netral, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju
2.      Elemen kerentanan konsumen untuk berpindah merek
Pada umumnya elemen ini mencakup manfaat kompetitif yang menarik, seperti biaya yang lebih rendah dan kualitas yang lebih tinggi, pada tahap kognitif. Ketidakpuasan potensial terhadap merek yang ada akan terjadi pada tahap afektif, sedangkan komitmen yang semakin lulntur pada merek akan berdampak pada tahap konatif.

Rasio penerimaan/penolakan
Jika konsumen diminta untuk menempatkan semua merek ke dalam kategori yang betul-betul eksklusif, yaitu
1.      Pasti akan menggunakan dan
2.      Tidak akan pernah menggunakan.

Maka kedua kategori tersebut dapat diinterpretasikan secara bebas sebagai merek dalam wilayah penerimaan yang berisialternatif Xpe dan merek dalam wilayah penolakan yang berisi alternative Xpo.

BAGAIMANA MENGIDENTIFIKASI PELANGGAN YANG LOYAL PADA MEREK ?
            Penilitan menunjukan bahwa loyalitas merek itu merupakan fenomena spesifik yang berkaitan dengan produk dapat atau tidak dapat loyal dalam sembarang kategori produk lainnya.
Konsumen yang loyalpada took tertentu cenderung loyalpada merek tertentu. Hubungan terjadi berdasarkan pemebelian secara berulang-ulang kali pada took yang sama, konsumen terpaksa membeli merek tertentu karena hanya merek-merek tersebut yang tersedia di toko itu.
           
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAGI PEMASAR
Dalam sebuah penelitian ditemukana bahwa kesukaan merek itu terbentuk mulai ketika konsumen masih anak-anak dan menginjak dewasa.
Oleh karena itu pemasar perlu menentukan pelanggan sasarannya lebih awal dalam daur hidup mereka. Konsumen yang loyal pada merek akan membentuk suatu basis yang solid bagi profitabbilitas merek itu. Pemasar dapat menemukan cara-cara untuk memperkuat loyalitas mereknya apabila mampu mengidentifikasi karakteristik konsumen tersebut.
Pemasar dapat mempengaruhi pola pembelian konsumen dengan melakukan promosi penjualan yang intensif seperti pemberian kupon atau dengan menawarkan perubahan harga.

Tanggapan saya:
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa kesukaan merek itu terbentuk mulai ketika konsumen masih anak-anak dan menginjak dewasa (Guest, 1964 dan Solomon, 1996). Konsumen yang loyal pada merek akan membentuk suatu basis yang solid. Pemasae dapat menemukan cara-cara untuk memperkuat loyalitas mereknya apabila mampu mengidentifikasi karakteristik konsumen tersebut.
Komitmen merek yang kuat selalu ada pada konsumen yang loyal merek. Jadi pengembangan loyalitas merek menjadi tugas utama dalam pemasaran. Untuk memperkuat usaha tersebut pemasar perlu memperhatikan kualitas produknya dan kegiatan-kegiatan yang mengkomunikasikan kualitas tersebut.  Tetapi  Jurnal ini mempunyai kekurangan yaitu di dalam jurnal ini tidak memakai nama tinjauan pustaka namun dirubah menjadi langsung ke topik pembahasan yaitu mengenai konsep loyalitas pelanggan dan tidak memakai nama metode penelitian serta yang terakhir tidak memakai keterbatasan penelitian sesudah kesimpulan.

REFERENSI
Assael, H (1995), concumer Behavior and Marketing Action, 5th ed. Cincinnati, OH : South-western College publishing.

Belk, R.W. (1975), “Situational Variable and Consumer Behavior, “journal of consumer research, vol2, no. 2, pp. 157-167.


Dharmmesta, B. S. 1992, “Riset tentang minat dan perilaku konsumen: sebuah catatan dan tantangan bagi peneliti yang mengacu pada ‘theory of reasoned Action,” jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia, Vol. VII, 1, h, 39-53.

Dharmmesta, B. S. 1997, “keputusan-keputusan stratejik untuk mengeksplorasi sikap dan perilaku konsumen,”jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia, vol. 12, no. 3,h. 1-17.

Hoyer, W. D. and D. J. Maclnnis (1997), consumer Behavior. Boston , MA: Houghton Mifflin Co.