Pentingnya
Karyawan dalam Pembentukan Kepercayaan
Konsumen
Terhadap Perusahaan Jasa:
(Suatu kajian
dan Proposisi)
S. Pantja Djati
Staf Pengajar
Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen – Universitas Kristen Petra
Email: spdjati@petra.ac.id
Erna Ferrinadewi
Staf Pengajar
Fakultas Ekonomi – Universitas Kartini Surabaya
ABSTRAK
Karyawan
memiliki peran yang penting bagi keberhasilan organisasi. Organisasi yang
berhasil adalah organisasi yang mampu memenuhi harapan konsumen. Namun
bagaimana konsumen akan mempercayakan segala harapannya pada organisasi jasa
masih menjadi pertanyaan yang menarik untuk dijawab. Berbagai riset trdahulu
membuktikan bahwa kepercayaan merupakan kunci untuk mempertahankan hubungan
jangka panjang antara organisasi dengan konsumen. Dalam kajian ini kami
memproposisikan bahwa dimensi karyawan berperan dalam membentuk kepercayaan
konsumen trhadap organisasi khususnya dalam bidang jasa.
Kata kunci : jasa, karyawan,
kepercayaan.
ABSTRACT
Employee has important role in gaining success for
the organization. Successful organization that is able to fulfill the consumer
expectation. The Question ofhow consumer trusting all their expectation to the
service organization still remains as an interesting question to be answered.
Various previous researches, have been proved that trust is the key to maintain
long term relationship between the organization and consumer. In this paper we
propose that employee dimension has a role in forming consumer trust toward organization
especially in service industry.
Key words : service,
employee, trust.
PENDAHULUAN
Jasa
merupakan bidang industri yang unik. Dikatakan unik karena bidang ini memiliki
ciri khas yang membedakannya dengan bidang industri manufaktur. Keunikan paling
nyata ada pada sifatnya yang tidak menimbulkan perpindahan kepemilikan. Dalam
transaksi jasa, perpindahan kepemilikan tidak terjadi, yang terjadi adalah
penambahan nilai. Penambahan nilai dalam industri jasa merupakan masalah utama
karena proses pertukaran atau transaksi dikatakan
berhasil ketika
semua pihak yang terlibat dalam proses tersebut mendapatkan sesuatu yang
sesuai dengan
pengorbanannya. Inti dari pertukaran adalah mengorbankan sesuatu untuk
memperoleh yang
lain, diharapkan apa yang diperoleh melebihi yang dikorbankan. Perbedaan
organisasi jasa
dan manufaktur terletak pada peran manusianya atau karyawannya. Sifat jasa
yang
inseparability dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara bersamaan membuat
interaksi yang
terjadi antara karyawan dengan konsumen selama proses transfer jasa menjadi
sangat
berpengaruh terhadap persepsi konsumen pada kualitas jasa (Bitner, Booms dan
Mohr,
1994 ; Grõnroos,
1982; Hartline dan Ferrel, 1996; Surprenant dan Solomon, 1987) dan ini
membuat karyawan
berperan penting dalam proses jasa (Herrington dan Lomax, 2003) bahkan
karyawan sering
dipersepsi sebagai jasa itu sendiri (Shostack, 1977).
Pada
usaha perbankan misalkan nasabah tidak kehilangan uangnya ketika ia
menyimpannya di bank atau pada usaha bengkel, konsumen tidak kehilangan
kendaraan bermotornya ketika diserahkan pada petugas bengkel, melainkan
konsumen meminta agar penyedia jasa menambah nilai barang yang dimilikinya.
Oleh karena
tidak adanya perpindahan kepemilikan dari konsumen ke produsen dalam
industri perbankan,
maka unsur terpenting disini adalah kepercayaan. Kepercayaan konsumen
terhadap
penyedia jasa menempati posisi penting dalam proses transaksi jasa. Tanpa
adanya
rasa percaya
konsumen terhadap penyedia jasa, maka tidak dimungkinkan terjadinya transaksi.
Terjadinya
transaksi jasa membutuhkan keterlibatan antara pihak pembeli dan penjual.
Kajian
berikut bermaksud untuk membahas pentingnya peran sumber daya manusia dalam upaya
pembentukan kepercayaan konsumen terhadap penyedia jasa. Selanjutnya kajian
akan dimulai dari pembahasan mengenai peran manusia dalam industri jasa,
kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep kepercayaan dan terakhir adalah
pembahasan peran karyawan dalam upaya pembentukan kepercayaan konsumen.
MANUSIA DALAM
INDUSTRI JASA
Secara
definisi, jasa adalah aktivitas yang memiliki elemen tidak berbentuk yang
melibatkan interaksi dengan pelanggan atau dengan sesuatu yang dimiliki
pelanggan, namun tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan
(Payne,1993:164-165) Proses pertukaran yang terjadi dalam bidang ini berbeda
dengan bidang manufaktur meskipun terdapat kesepakatan diantara kedua pihak
yang terlibat dalam proses tersebut untuk menyerahkan miliknya yang berharga (konsumen)
demi mendapatkan sesuatu dari produsen namun ciri khas yang penting disini adalah
tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Oleh karena tanpa adanya perpindahan
kepemilikan maka
yang menjadi pusat perhatian dalam proses ini adalah pada kualitas interaksi
antara karyawan
dan pelanggan yang terjadi.
Hal
yang perlu mendapat perhatian dari definisi diatas adalah pada aktivitas
interaksi dengan pelanggan. Selama ini pelanggan cenderung menjadi aktor yang
terlupakan dalam pemikiran manajemen (Bowen, 1998). Seperti telah diungkapkan
diatas bahwa seringkali karyawan dipersepsi sebagai jasa itu sendiri
(Shostack,1977), persepsi ini timbul karena dalam keseluruhan proses jasa
interaksi antara karyawan dan konsumen sulit dihindari. Karyawan merupakan
bagian integral perusahaan yang mewakili perusahaan dalam berinteraksi dengan konsumen
karenanya kinerja karyawan akan menentukan apakah penyedia jasa tersebut mampu
memberikan suatu
jaminan atau assurance akan tercapainya keinginan konsumen.
Jasa
berbeda dengan usaha manufaktur. Proses transaksi jasa nyaris sepenuhnya
dihantarkan oleh manusia. Bahkan ada beberapa bidang jasa yang memerlukan
keterlibatan pelanggan dalam proses transfer jasa. Bila keberhasilan usaha
manufaktur dinilai dari kemampuan produk yang dihasilkan dalam memuaskan
konsumen maka dalam industri jasa keberhasilan kinerja diukur melalui kualitas
hubungan interaksi antara karyawan dengan pelanggan. Responsiveness, Assurance
dan Emphaty merupakan dimensi-dimensi manusia yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
penyedia jasa memenuhi harapan konsumen (Scot, 1998) merupakan indikasi betapa
pentingnya elemen manusia dalam usaha jasa.
Pentingnya
elemen manusia dalam perusahaan jasa disebabkan karena umumnya dalam
usaha jasa
terjadi interaksi antara karyawan dan pelanggan secara langsung tanpa perantara
selama proses
produksi dan konsumsi misalkan dalam usaha restoran. Ketika interaksi tersebut
terjadi secara
langsung, maka apa yang dilihat karyawan juga dilihat oleh konsumen. Persepsi
konsumen
terhadap apa yang dilihatnya dalam situasi selama interaksi akan mempengaruhi
penilaian mereka
terhadap kinerja perusahaan. Kondisi ini mengarahkan para pemikir
manajemen pada
masalah pemasaran internal dengan karyawan sebagai pelanggan internal.
Interaksi
yang sukses dapat tercipta bila proses dibelakangnya mendukung aktivitas ini.
Artinya, peran
karyawan front-liner hanya akan memberikan nilai yang maksimal bagi pelanggan
ketika karyawan pada departemen lainnya memberikan layanan yang maksimal pula pada
karyawan front liner. Kinerja front liner yang zero defect merupakan
tujuan akhir yang hendak dicapai organisasi (Bitner, Booms dan Mohr, 1994).
Dapat dikatakan bahwa karyawan di departemen tertentu dalam organisasi jasa
merupakan pelanggan internal bagi departemen lainnya dan mempengaruhi hubungan
dengan pelanggan eksternal (Liljander, 2000).
Aspek
penting manusia dalam bauran pemasaran jasa adalah pada perbedaan peran manusia
dan frekuensi interaksinya dengan karyawan. Judd (1987) mengembangkan skema
yang
didasarkan pada
frekuensi interaksi antara karyawan dengan pelanggan menjadi 4 kelompok
yakni :
1. Contractor
Kelompok ini
merupakan kelompok karyawan yang relatif sering berinteraksi dengan konsumen
dan terlibat langsung dalam bauran pemasaran yang konvensional misalkan bagian
penjualan atau customer service
2. Modifiers
Kelompok ini
merupakan kelompok karyawan yang relatif sering berinteraksi dengan konsumen
dan menggunakan bauran pemasaran yang
3. Influencers
Kelompok
karyawan yang terlibat dalam bauran pemasaran tadisional dan tidak sering berinteraksi
dengan karyawan. Misalkan karyawan yang terlibat dalam pengembangan produk
baru.
4. Isolateds
Kelompok
karyawan yang melaksanakan fungsi-fungsi pendukung dan tidak berinteraksi dengan
karyawan.
Meninjau
konsumen sebagai titik akhir dari semua aktivitas jasa maka terdapat perbedaan
yang cukup
signifikan dalam peran dan kedudukan kosnumen antara perusahaan jasa dan manufaktur.
Bila dibandingkan dengan organisasi manufaktur, konsumen hanyalah merupakan penonton
dalam proses produksinya sementara dalam organisasi jasa dimana sifat kegiatannya
mendapat sebutan
sebagai game between persons, maka konsekuensinya dalam organisasi jasa
pertemuan antara
karyawan dengan konsumen lebih besar kemungkinannya dibandingkan pada
organisasi
manufaktur (Bowen, 2002).
Perbedaan
peran, baik peran karyawan maupun peran konsumen dapat membentuk
diferensiasi
antara organisasi jasa yang satu dengan organisasi jasa yang lain. Diferensiasi
ini
menjadi suatu
nilai tambah bagi konsumen. Pada beberapa jenis jasa, diperlukan keterlibatan
konsumen baik
secara fisik maupun mental dalam proses pertukaran yang terjadi dan diferensiasi
menjadi sesuatu yang bernilai tinggi bagi konsumen yang terlibat dalam
intensitas yang tinggi.
Sumber
: V.C. Judd. “Differentiation with 5th,
Industrial Marketing Management,
vol. 16, 1987 pp. 241 – 247
Gambar 1. Peran Karyawan dalam Usaha Jasa
vol. 16, 1987 pp. 241 – 247
Gambar 1. Peran Karyawan dalam Usaha Jasa
KEPERCAYAAN DALAM INDUSTRI JASA
Deutsch
(1973) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak akan menemukan
apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Mayer,
Davis dan Schoorman (1995) setuju bahwa kepercayaan adalah kemauan dari
salah satu
pihak untuk
menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya.
Sementara Barney dan Hansen (1994) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan
keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan
memanfaatkan kelemahan pihak lain. Costabile (1998) kepercayaan atau trust
didefinisikan sebagai persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang konsumen
didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau
interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan
kepuasan. Brandtrust akan mempengaruhi kepuasan konsumen (Hess, 1995; Selnes
1998) dan loyalitas (Morgan dan Hunt, 1994).
Definisi
diatas memberikan beberapa elemen penting yaitu kesedian dari salah satu pihak
untuk menjadi
tidak berdaya, keyakinan bersama bahwa diantara mereka tidak akan saling
memanfaatkan kelemahan mitranya, serta adanya harapan bahwa pihak lain dapat
memberikan kepuasan atas kebutuhannya. Dapat dikatakan menurut berbagai
definisi tersebut bahwa dalam situasi kepercayaan terdapat unsur resiko yang
biasanya dikaitkan dengan hasil keputusan yang
diambil. Sumber
resiko tersebut adalah pada keinginan dan kesediaan pihak yang terlibat untuk
bertindak tepat.
Secara
umum baik bagi industri jasa maupun manufaktur, dasar dari hubungan jangka
panjang dengan konsumen ada pada kepercayaan konsumen terhadap perusahaan.
Kepercayaan
merupakan sari
dari kompleksitas hubungan antar manusia. Konsep ini mewakili komponen hubungan
kualitas yang berpusat pada masa depan. Kepercayaan dapat dikatakan eksis
ketika ada kerelaan konsumen untuk bersandar sepenuhnya pada perilaku
perusahaan dimasa depan (Bruhn,2003:65)
Dalam
upaya pembentukan kepercayaan ini dibutuhkan salah satu pihak yang lemah atau
tidak berdaya (vulnerable)
dimana terdapat ketidakpastian sebagai hasil dari keputusan yang diambil. Unsur
ketidakpastian ini banyak terjadi dalam bidang jasa karena keunikan jasa
seperti
telah disebutkan
diatas.
Sebagaimana
dikatakan oleh Shostack (1977), bahwa karyawan sering dipandang sebagai
jasa itu sendiri
maka interaksi antara karyawan dengan konsumen yang didasarkan pada kepercayaan
berpengaruh secara positif bagi perusahaan karena hubungan ini akan menciptakan
nilai bagi konsumen yang pada gilirannya akan medorong kesetiaan (Guenzi dan
Pelloni, 2003).
Kepercayaan
merupakan konsep yang memfokuskan diri pada masa depan, yang memberikan suatu
jaminan bahwa patner termotivasi untuk tidak beralih dalam konteks pertukaran dengan
pihak lain ( Gurviez dan Korchia, 2003 )
Kepercayaan
merupakan variabel kunci dalam jaringan pertukaran antara perusahaan dengan
mitra-mitranya (Morgant & Hunt,1994). Secara psikologi kepercayaan
merupakan suatu
keyakinan dan
kemauan atau dapat juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Moorman,
Zaltman &
Deshpande, 1992 dalam Delgado-Ballester et al., 2003)
Chow
dan Holden (1997), dalam studinya berhasil mengidentifikasikan peran
kepercayaan dalam bidang non jasa. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa rasa
percaya konsumen terhadap tenaga penjualan berpengaruh secara signifikan
terhadap kepercayaan mereka pada perusahaan meskipun belum terbukti mampu
membuat konsumen menjadi loyal pada perusahaan.
Studi
yang dilakukan oleh Ferrinadewi dan Djati (2004) memberi bukti empirik bahwa
kepercayaan
konsumen dalam bidang jasa dapat tercipta dari dimensi-dimensi manusia seperti
ketanggapan (responsiveness),
jaminan (assurance), empati (emphaty) dan kehandalan (reliability).
Dampaknya terhadap kesetiaan konsumenpun terbukti lebih besar ketika konsumen
yang telah
memiliki rasa percaya tersebut merasakan kepuasan.
Ketika
dihubungkan dengan merek, dari sudut pandang konsumen, maka kepercayaan
terhadap merek merupakan varibel-variabel psikologi yang mencerminkan akumulasi
asumsiasumsi meliputi kredibilitas, integritas, dan kebaikan yang dilekatkan
konsumen terhadap
merek.
Kredibilitas
adalah kemampuan merek atau produk untuk memenuhi syarat-syarat pertukaran dalam
bentuk kinerja yang diharapkan. Nilai kredibilitas ini sangat ditentukan oleh
dalamnya pengalaman konsumen akan kemampuan merek dalam memuaskan kebutuhan
konsumen. Integritas merupakan motivasi konsumen untuk setia pada merek atau
produk sesuai dengan syarat-sayarat dalam pertukaran. Kebaikan merupakan kebijakan
jangkan panjang konsumen yang mempertimbangkan kepentingan konsumen. Ketiga
komponen kepercayaan inipun dapat digunakan pula dalam bidang jasa karena
jasapun melibatkan pertukaran yang resikprokal meskipun tidak menimbulkan
perpindahan kepemilikan namun sebatas pada penambahan nilai saja.
PERAN KARYAWAN
DALAM PEMBENTUKAN KEPERCAYAAN
Berdasarkan
beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan melibatkan
pandangan
konsumen akan resiko yang terlibat dalam proses pertukaran, sehingga dapat juga
dikatakan bahawa
kepercayaan merupakan persepsi konsumen.
Persepsi
terbentuk dari stimulus seperti pendengaran, penciuman, pandangan, sentuhan dan
lainnya (Carlson et. al.,1997) yang kemudian diberi makna tertentu oleh
konsumen. Dapat
dikatakan sumber
terbentuknya kepercayaan ini ada pada proses mental konsumen dalam hal ini
persepsi dan
pembelajaran.
Meninjau
faktor pemasaran yang saat ini telah mengarah pada kepentingan konsumen, fokus kegiatan
pertukaran saat ini ada pada kepuasaan dan loyalitas konsumen. Bauran pemasaran
dalam hal ini produk yang diwakili oleh atributnya, seperti kualitas, fitur,
desain dapat menjadi stimulus yang berharga dalam pembentukan persepsi konsumen
akan kehandalan produk
(Ferrinadewi
& Darmawan, 2004:25). Bila ditinjau dari perspektif jasa, maka elemen
pentingnya adalah manusia. Elemen ini memberikan perbedaan yang signifikan
antara bidang jasa dan bidang manufaktur (Ferrinadewi & Djati, 2004),
karena itu elemen kunci pada pemasaran jasa adalah pada interaksi antara karyawan
dengan konsumen (Czepiel, 1990)
Karyawan
merupakan aset yang penting bagi perusahaan jasa oleh karena kemampuan
elemen ini untuk
menciptakan perbedaan yang dapat menciptakan kepuasan dan loyalitas konsumen.
Kinerja karyawan terutama karyawan lini depan sangat menentukan bagaimana
proses pertukaran atau penambahan nilai tersebut berlangsung. Ketanggapan,
empati, jaminan dan kehandalan karyawan selama proses transfer menjadi stimulus
bagi pembentukan persepsi konsumen akan kinerja jasa. Emosi dan perasaan
konsumen sangat dipengaruhi oleh pertemuan
dengan karyawan.
Emosi dan perasaan jangka pendek ini (selama merasakan pelayanan) akan
berpengaruh pada
emosi dan perasaan jangka panjang tertutama berkaitan dengan customer
retention (Lemmink & Mattsson, 2003).
Beberapa
proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah (Doney &
Canon,1997
dalam, Bruhn, 2003:65) :
Ø
Proses
yang terkalkulasi
Menurut proses
ini pihak tertentu yakin pada perilaku positif pihak lain ketika manfaat dari
perilaku negatif
pihak yang sama memiliki konsekuensi biaya yang lebih rendah.
Ø
Proses
prediktif
Kepercayaan
menurut proses ini sangat bergantung pada kemampuan pihak tertentu untuk
mengantisipasi
perilaku pihak lainnya.
Ø
Proses
kemampuan
Proses ini
berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan pihak lain dalam memenuhi
kewajibannya.
Ø
Proses
intensi
Menurut proses
ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan intensi pihak lain.
Ø
Proses
transfer
Kepercayaan
menurut proses ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak yang
terlibat dalam
proses transfer.
Mengacu
pada pada beberapa jenis proses diatas terdapat persamaan penting didalamnya
yakni bahwa
proses penumbuhan kepercayaan membutuhkan kemampuan mengantisipasi perilaku
pihak lain dalam hubungan konsumen-produsen. Seperti telah disebutkan
sebelumnya
bahwa kesuksesan
karyawan lini depan dalam menghantarkan jasa yang ditawarkan sangat ditentukan
oleh hubungan pertukaran internal antar bagian dalam perusahaan. Kenyataannya
ini
mendorong kami
untuk mengajukan proposisi bahwa empat dimensi manusia dalam jasa
merupakan
variabel kunci dalam penciptaan kepercayaan konsumen pada bidang jasa.
Proposisi
ini didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan usaha jasa untuk mengantisipasi
keinginan pihak lain dalam hubungan pemasaran (konsumen) merupakan fokus dari
keseluruhan aktivitas jasa yang ditujukan untuk mendorong komitmen konsumen,
terutama pada usaha jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi antara konsumen
dan penyedia jasa.
Usaha
jasa dengan tingkat interaksi yang tinggi dengan konsumen membuat satu-satunya
sumber
pengalaman konsumen dengan kinerja jasa adalah pada proses interaksi yang
mereka jalani. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kepercayaan merupakan
persepsi konsumen akan kehandalan kinerja produk maka sumber stimulus bagi
persepsi konsumen ada pada proses interaksi tersebut. Bahkan keempat dimensi
manusia dalam jasa yang kami proposisikan sebagai stiumulus tersebut memiliki
keterkaitan satu dengan lainnya dalam proses penciptaan kepercayaan.
Bagaimana karyawan
tanggap akan kesulitan yang dihadapi konsumen jauh sebelum konsumen
mengungkapkan kesulitannya pada penyedia jasa membuat kepercayaan konsumen akan
kehandalan penyedia jasa tumbuh. Demikian pula bagaimana karyawan memiliki
empati
pada kesulitan konsumen akan mendorong
perasaan terjamin bahwa penyedia jasa akan mampu
memberi solusi bagi kesulitan tersebut.
Proposisi ini secara grafik sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Proposisi
Pengaruh Elemen Manusia dalam Upaya Penciptaan
Kepercayaan dalam
Bidang Jasa.
Gambar diatas
menggambarkan bahwa elemen manusia dalam bidang jasa yang diwakili
oleh empat dimensi tersebut berperan
sebagai stimulus yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam upaya
menciptakan rasa percaya konsumen terhadap kinerja perusahaan jasa.
Selanjutnya proposisi kami ini akan diuji
pada penelitian kami selanjut.
KESIMPULAN
Kepercayaan
dalam usaha jasa merupakan hal yang penting terutama pada jasa yang
memiliki interaksi yang tinggi dengan
konsumen. Tanpa rasa percaya konsumen akan kinerja
jasa perusahaan maka sulit bagi
perusahaan untuk memiliki konsumen yang memiliki komitmen
mendalam dengan konsumen. Ketika
perusahaan memiliki konsumen dengan komitmen yang
tinggi maka boleh dikatakan perusahaan
jasa tersebut memiliki kemampuan yang signifikan
untuk bertahan dalam pasar yang terus
berubah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Delgado-Balester, Elena, Jose Luis
Munuera-Aleman dan Maria Jesus Yague-Guillen, 2003,
Development and Validation of A Brand
Trust Scale , International Journal of Market
Research, vol. 45
Quarter 1, p. 35-53
Bruhn, Manfred, 2003, Relationship
Marketing: Management of Customer Relationships,
Prentice Hall, England
Carlson, Neil R., William Buskist &
Neil Martin, 1997, Psychology; the Science of Behavior,
Prentice Hall, Italy
Chow, Simeon dan Holden, Reed, 1997,
“Toward An Understanding Of Loyalty: The
Moderating Role Of Trust”, Journal of
Managerial Issues, Vol. IX no. 3, p. 275-298
Czepiel, John A. (1990), “Services
Encounter and Services Relatioships”, Journal of Business
Research, vol. 20 (1) p.
13 – 21
Ferrinadewi, Erna dan Panjta Djati.
2004. Upaya Mencapai Loyalitas Konsumen dalam
Perspektif Sumber Daya Manusia ,
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol. 6, Maret,
pp. 15-26.
Ferrinadewi, Erna dan Didit Darmawan.
2004. Perilaku Konsumen: Analisis Model Keputusan,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Guenzi, Paolo dan Ottavia Pelloni. 2003.
Interpersonal Relationship and Customer Loyalty: A
Comprehensive Model and Empirical
Investigation,
paper, Instituto di Economia e
Gestione delle Impresse, Universita
Commerciale Luigi Bocconi, Millano, Italy.
Gurviez, Patricia dan Korchia, Michael,
2003, Proposal for a Multidimensional Brand Trust
Scale, 32nd Emac-Conference-Glasgow,
Marketing: Responsible and Relevant ?
Grõnroos, Christian. 1982 “Strategic
Management and Marketing in The Services Sector”,
Helsingfor: Swedish School of Economic
and Business Administrations.
Hartline, Michael D. dan O.C. Ferrel,
1996. “The Management of Customer Contact Services
Employees : An Empirical Investigation
“, Journal of Marketing, Vol. 69 ( Oktober ), p.
52 – 70.
Herrington, Guy dan Wendy Lomax, 1999. Do
Satisfied Employee Make Customer Satisfied ? :
An Investigation Relationship Between
Services Employee Job Satisfaction and
Customer Perceveid Service Quality, Paper,
Kingstone Business School Occasional
Paper Series 34.
Lemmink, Joseph dan Jan Mattsson, 2003.
“Employee Behavior, Feelings of Warmth and
Customer Perception in Service
Encounters,” International Journal of Retail &
Distribution Management, Vol. 30, No.
1.
Shostack, G. Lyn, 1977. ”Breaking Free
From Product Marketing“, Journal of Marketing, Vol.
41 (April), p. 73 – 80.
Suprenant, Carol. F dan Michael R.
Salomon, 1987. “Predictability and Personalization in The
Service Encounter”, Journal of
Marketing, Vol. 51 (April) p. 86 – 96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar