Basu Swastha
Dharmmesta
Universitas
Gadjah Mada
ABSTRAK
Customer loyalty of specific brand,also called brand loyalty, is
expected to get more academic attention from scholars to investigate. This
article describes and analyses the concept of brand loyalty to the extent to
which attitudinal and behavioural approaches and structures become the loyalty
domain. The structure of loyalty shows elements comprising cognition affect,
conation and action. These elements reflect loyalty categories. Techniques of
loyalty measurement such as brand choice sequence, propprtion of purchase,
brand preference, brand commitment,
loyalty scale, and acceptance/rejection ratio are also elaborated.
Castomer satisfaction is not disregarded in the analysis since it closely
relates to the concept of brand loyalty.
Ket words:
loyalitas, kognisi, afek, konasi, tindakan, sikap, niat, pembelian, ulang,
kesukaan.
PENDAHULUAN
Pemasar pada umumnya menginginkan bahwa pelanggan yang
diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Ini bukan tugas yang mudah
mengingat perubahan-perubahan dapat terjadi setiap saat, baik perubahan dapat
terjadi setiap saat, baik perubahan pada diri pelanggan seperti selera maupun
aspek-aspek psikologis serta perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi
aspek-aspek psikologis, sosial dan kultural pelanggan. Masa krisi ekonomi di
Indonesia yang berawal pertengahan 1997 memberikan gambar tentang terjadinya
perubahan lingkungan yang berdampak pada proses keputusan beli pelanggan.
Dalam Jangka panjang,
loyalitas pelanggan menjadi tujuan bagiperencanaan pasar stratejik ( kolter,
1997); selain itu juga dijadikan dasar untuk pengembangan keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan( dick and basu 1994), yaitu keunggulan yang dapat di
realisasi melalui upaya-upaya pemasaran
Istilah loyalitas pelanggan sebetulnya berasal dari loyalitas merek
yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu. Dalam artikel in i
kedua istilah tersebut, yaitu loyalitas pelanggan dan loyalitas merek
menunjukkan hal yang sama. Oleh karena itu penggunaannya tidak dibedakan dan
dapat diutarakan secara silih berganti.
KONSEP
LOYALITAS PELANGGAN
Istilah loyalitas
sudah sering kita dengar,seperti emosi dan kepuasan, loyalitas merupakan konsep lain yang nampak
mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari , tetapi menjadi lebih sulit ketika
dianalisis maknanya. Tidak banyak literatur yang mengemukakan definisi tentang
loyalitas.
Loyalitas dapat
difahami sebagai sebuah konsep yang menekankan pada runtutan pembelian seperti
yang dikutip oleh Dick dan basu (1994) dari Day (1996) dan Jacoby dan olson
(1970). Jika pengertian loyalitas pelanggan menekankan pada runtutan pembelian
,proporsi pembelian, atau dapat juga probabilitas, hal ini lebih bersifat
operasional bukan teoritis.
Pendekatan
Atittudinal dan Behavioural
Konsep tentang
loyalitas merek perlu di perjelas sebelum pengembangan metode operasionalisasi
(pengukuran) dilakukan secara memadai. Klarifikasinya melibatkan ide yang
berkaitan dengan pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan
pendekatan behavioural yang tercermin dalam perilaku beli aktual.
Loyalitas merek
adalah (!) respon keperilakuan yaitu pembelian, (2) yang bersifat bias
(nonrandom), (3) terungkap secara terus menerus , (4) oleh unit pengambilan
keputusan , (5) dengan memperhatikan satu atau beberapa merek alternatif dari sejumlah
merek sejenis, dan (6) merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan
keputusan, evaluatif).
Menurut definis
tersebut, penelitian tentang lpyalitas merek selalu berkaitan dengan preferensi
konsumen dan pembelian aktual, meskipun bobot relatif yang diberikan pada ke
dua variabel itu dapat berbeda, bergantung pada bidang produk atau merek yang
terlibat dan faktor situasional yang ada pada saat pembelian tertentu
dilakukan.
Jacoby dan
chestnut (1978) seperti dikutip oleh dick dan basu (1994) telah mengkaji lebih
dari 300 penelitian tentang layalitas merek dan menyimpulkan bahwa tidak ada
definisi operaisional yang memuaskan tentang loyalitas merek. Tentunya hal ini
menjadi tantangan bagi para peneliti lain. Sedangkan mowen dan minor (1998)
menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen
mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai sikap positif terhadap
sebuah merek, mempiumyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan
pembeliannya di masa yang akan datang .
MEREK DAN
ATRIBUT PRODUK SEBAGAI OBYEK LOYAL
Loyalitas pelanggan pasti ditujukan pada obyek tertentu. Obyek yang
dimaksud adalah merek atau atribut lain yang melekat pada produk. Akan tetapi, atribut
lain seperti kualitas, kemasan, warna, dan sebagainya, jarang digunakan oleh
pelanggan sebagai obyek loya; dan tentunya akan menjadi lebih sulit pengukurannya,
merek dianggap lebih lazim dan lebih banyak menjadi obyek loyal karena dianggap
sebagai identitas produk atau perusahaan yang lebih mudah dikenali oleh
pelanggan.
Masalah
paritasmerek (brand parity) menjadi tantangan bagi pemasar untuk mengatasinya.
Dalam paritas merek konsumen menganggap tidak ada perbedaan antara merek dalam
satu kategori produk. Keyakinan konsumen seperti ini terjadi untuk kategori
produk sabun, handuk, kertas, dan keripik seperti yang diungkapkan oleh wall
street journal dalam survei nya tahun 1989 (solomon 1996), survei tersebut juga menemukan adanya loyalitas
merek yang rendah pada kategori sayuran dalam kaleng, dan sepatu atletik,
sedangkan loyalitas merek yang tinggi terjadi pada kategori saos tomat dan
rokok karena mengandung cita rasa yang berbeda.
KATEGORI
LOYALITAS
Seperti telah
dikemukakan dimuka bahwa loyalitas merek itu merupakan fenomena attitudinal
yang berkorelasi dengan peilaku, atau merupakan fungsi dari proses psikologis.
Jackoby dan chestnut (1978) telah membedakan 4 macam loyalitas yaitu
1.
Loyalitas merek
fokal yang sesungguhnya (true focal brand loyalty), loyalitas pada merek
tertentu yang menjadi minatnya,
2.
Loyalitas merek
ganda yang sesungguhnya (true multi brand loyalty), termasuk merek fokal,
3.
Pembelian ulang
(repeat purchasing) merek fokal dari nonloyal, dan
4.
Pembelian
secara kebetulan (happenstance purchasing) merek fokal oleh pembeli-pembeli
loyal dan nonloyal merek lain.
Pembelian secara kebetulan mencakup runtutan pembelian ulang yang
berkaitan dengan faktor-faktor selain loyalitas psikologis, seperti tidak tersedianya merek favorit
(surrogate purchasing) dan kendala sementara
pola-pola tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Pembelian
ulang pada
|
Loyalitas
Psikologis pada:
|
|||
Merek fokal
|
Merek ganda
|
Merek lain
|
Tidak satupun
|
|
Merek fokal
|
Loyalitas sesungguhnya
|
Loyal merek
ganda
|
Pengulang
nonloyal
|
Pembeli
secara kebetulan
|
Merek lain
|
Pembelian
merek lain secara kebetulan
|
Loyal merek ganda
|
Loyal merek
lain
|
Pembeli
secara kebetulan
|
Tabel 1. Kategori loyalitas menurut jacoby dan chestnut
Dalam tabel 1 tersebut terlihat bahwa pola pembelian ulang pada
merek fokal dan merek fokal itu merupakan loyalitas psikologisnya, maka yang
terjadi adalah loyalitas sesungguhnya, atau loyalitas pada merek tunggal. Dalam
penelitian diperlukan dukungan data pembelian ulang pada merek fokal. Kategori
loyalitas inilah yang yang selalu diharapkan oleh pemasar pada pelanggannya.
Pendeteksian adanya loyalitas merek tunggal yang sesungguhnya dapat dilakukan
dengan menguji:
1.
Struktur
keyakinan (kognitif), artinya informasi merek yang di pegangoleh konsumen
(yaitu, keyakinan konsumen) harus menunjuk pada merek fokal yang dianggap
superior dalam persaingan,
2.
Struktur sikap
(afektif), artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi dari pada merek
saingan, sehingga ada prefernsi afektif yang jelas pada merek fokal, dan
3.
Struktur niat
(konatif) konsumen terhadap merek fokal, artinya konsumen harus mempunyai niat
untuk membeli merek fokal bukannya merek lain. Ketika keputusan beli dilakukan.
Ketiga tahap pengambilan keputusan ini harus dikaji untuk
meyakinkan adanya loyalitas merek sesungguhnya. Dalam perkembangan lebih
lanjut, Dick dan Basu (1994) telah menyempurnakan literatur tentang loyalitas dengan menciptakan sebuah
model yang intergrasi.
Sikap relatif
merupakan tingkat dimana evaluasi konsumen terhadap satu merek mendominasi
merek lainnya. Kuncinya adalah pada dominasi, bukannya tingkat absolut skor
sikap. Jadi, pengertian tentang sikap relatif tersebut melibatkan upaya
pembandingan sikap menyangkut merek. Alternatif skor dapat sangat tinggi,
tetapi mempunyai sikap relatif yang buruk jika skor merek skor lain juga
tinggi. Dalam contoh dominasi misalnya, seorang konsumen dapat dinikmati semua
atraksi di sebuah taman hiburan, tetapi hanya memiliki satu yang dianggap
paling favorit diantara yang ada.
Dengan batas tertentu semua alternatif
mempunyai skor maksimum (yang ideal), dalam kasus dimana semua alternatif dapat
disubstitusi secara sempurna. Hal ini menjelaskan satu contoh tentang sikap relatif
rendah dan tentang loyalitas merek ganda loyalitas merek tunggal muncul pada
satu merek terntentu diatas semua merek lainnya. Sikap relatif yang tinggi juga
dapat muncul untuk merek-merek yang marjinal jika merek saingan umumnya
berkualitas rendah. Hubungan antara sikap relatif dan pembelian ulang dapat
ditunjukkan seperti pada tabel 2.
Sikap Relatif
terhadap merek fokal
|
Patronase Pengulangan pada merek fokal
|
|
Tinggi
|
Rendah
|
|
Tinggi
|
Loyal
|
Loyal yang
tersembunyi
|
Rendah
|
Loyal yang
palsu
|
Tidak loyal
|
Sumber: Diadaptasi dari Dick dan
Basu (1994)
Tabel 2.
Hubungan sikap relatif pada pembelian ulang
Tabel 2 tersebut memperlihatkan bahwa loyalitas yang sesungguhnya
terjadi hanya ketika patronase pengulangan muncul bersama sikap ralatif yang tinggi. Jika sikap relatifnya rendah, maka loyalitasnya
dianggap palsu atau pura-pura dan tidak dapat diharapkan akan terjadi terus. Konsumen pada kondisi seperti ini dapat
melakukan pembelian ulang karena hanya satu merek yang tersedia di penjual
terdekat.Dalam hal ini, loyalitas tersembunyi dapat dirubah menjadi loyalitas
yang sesungguhnya. Perubahan semacam ini dapat terjadi apabila penjual itu,
pada contoh sebelumnya mulai secara teratur
menawarkan merek favorit, atau jika konsumen menjadi termotivasi untuk
pergi lebih jauh ke penjual yang
menawarkan merek yang disukai.
TAHAP-TAHAP LOYALITAS BERDASARKAN PENDEKATAN ATTITUDINAL DAN
BEHAVIOURAL
Di depan telah
dijelaskan bahwa loyalitas itu merupakan kondisi psikologis yang dapat
dipelajari dengan pendekatan attitudinal dan behavioural. Dalam hal yang
berkaitan dengan sikap terhadap produk , konsumen akan membentuk keyakinan,
menetapkan suka dan tidak suka, dan memutuskan apakah mereka ingin membeli
produk tersebut. Pendekatan seperti ini telah terbukti dalam penelitian yang
dilakukan oleh Fishbein dan Ajzen (1975, Ajzen dan Fishbein, 1980, Ajzen 1987,
1988).
Dengan kerangka analisi yang sama, loyalitas berkembang
mengikuti tiga tahap, yaitu kognitif,
afektif, konatif. Tinjauan ini meperikarakan bahwa konsumen menjadi loyal lebih
dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada
aspek konatif. Dalam hal ini ketiga
aspek tersebut harus selaras, meskipun dalam literatur tentang disonansi
memperlihatkan tidak semua kasus mengalami hal yang sama. (Oskamp, 1991).
Tahap Pertama: Loyalitas Kognitif
Konsumen yang
mempunyai loyalitas terhadap tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang
secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lain. Jadi loyalitas hanya
didasarkan pada kognisi saja.
Tahap kedua: Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap kedua didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap
merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal
pembelian (masa pra konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus
kepuasan di periode berikutnya (masa pasca konsumsi). Seperti dikemukakan oleh
Johnson, Anderson, dan fornell (1995),
bahwa kepuasan itu merupakan konstrak kumulatif yang dapat di modelkan sebagai
model dinamis kepuasan pasar.
Loyalitas tahap
ini jauh lebih sulit dirubah.tidak seperti tahap pertama, karena loyalitasnya
sudah masuk kedalam benak konsumen sebagai efek dan bukannya sendirian sebagai
kognisi yang mudah berubah. Afek
memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi
dan evaluasi konsumen secara keseluruhan tentang suatu merek. (Oskamp, 1991 )
Tahap ketiga: Loyalitas Konatif
Yang dimaksud
faktor lain pada tahap kedua dimuka adalah dimensi konatif (niat melakukan),
yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan afek terhadap merek. Konasi
menunjukkan suatu niat atau komitmen utuk melakukan sesuatu kearah suatu tujuan
tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang
mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.
Tahap keempat loyalitas tindakan
Pemahaman tentang loyalitas terfokus
pada aspek non aksi yang berupa kognisi,afek dan konasi.penelitian berkaitan
dengan keputusan membeli dan bukannya pembelian ulang, tetapi hal ini merupakan
langkah dengan arah yang benar.
4 tahap loyalitas
Kognitif (kualitas,biaya,manfaat)
(kualitas,biaya,manfaat)
Afektif (
kepuasan,keterlibatan,kesukaan,konsistensi,kognitif) (
ketidakpuasan,persuasi,coba)
Konatif
( komitmen,konsistensi,kognitif) (persuasi,coba)
Tindakan (
komitmen,tindakan,biaya) ( persuasi,coba)
Setiap tahap
loyalitas mempunyai 2 alternatif kemungkinan kejadian yaitu:
Keteguhan
konsumen pada merek yang dipilihnya dan kerentanan konsumen untuk pindah ke
merek lain, jika hal ini dilakukan akan bermanfaat untuk mengeksplorasi
kebalikan loyalitas yaitu perpindahan merek yang penelitiannya masih sedikit.
Kedua hal ini akan bergantung pada seberapa besar tingkat integrasi yang ada
pada konsumen, yang dimaksud dengan tingkat integrasi adalah kognitif,afektif,konatif
dan tindakan .
KUALITAS PRODUK UNTUK MENGEMBANGKAN
LOYALITAS MEREK
Konsumen yang memperoleh kepuasan atas
produk yang dibelinnya cenderung melakukan pembelian ulang produk
yangsama.salah satu factor paling yang dapat membuat konsumen puas adalah
kualitas.
Jika pemasar sangat memperhatikan kualitas,
bahkan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas konsumennya pada
merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh. Kualitas dan periklanan itu
menjadi factor kunci untuk menciptakan loyalitas merek jangka panjang.
PROMOSI PENJUALAN UNTUK MENGEMBANGKAN
LOYALITAS MEREK
Selain melalui kualitas dan diperkuat
dengan periklanan, loyalitas merek juga dapat dikembangkan melalui promosi
penjualan. Cara serupa lainnya digunakan olrh pemasar untuk meningkatkan
kemungkinan konsumen melakukan pembelian ulang.
PENGUKURAN LOYALITAS MEREK
Secara umum, loyalitas merek dapat diukur
dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Runtutan pilihan-merek
2. Proporsi pembelian
3. Preferensi merek
4. Komitmen merek
Cara pertama dan kedua merupakan pendekatan
keperilakuan sedangkan cara ketiga dan keempat termasuk dalam pendekatan
atitudinal.
Runtutan Pilihan Merek
Dalam
metode runtutan merek atau disebut juga pola pembelian ulang ini, untuk
memudahkan pengukuran, produk-produk yang sering dibeli konsumendapat dijadikan
objek, seperti sabun rokok the dan pasta gigi. Sebagai contoh , jika A, B, C,
D, E dan F merupakan merek-merek dalam sebuah kelompok produk tertentu,
keempat kategori loyalitas merek
tersebut dapat dijelaskan dalam runtutan pembelian berikut :
1. Loyalitas yang tak terpisahkan dapat
ditunjukan dengan runtutan AAAAAA.
2. Loyalitas yang terpisahkan dapat ditunjukan
dengan runtutan ABABAB
3. Loyalitas yang tidak stabil ditunjukan
dengan runtutan AAABBB
4. Tanpa loyalitas ditunjukan dengan runtutan
ABCDEF
Proporsi Pembelian
Kelebihan yang ada pada cara ini dibandingkan runtutan
pilihan merek adalah :
1. Lebih mudah untuk dikuantitatifkan.
2. Memungkinkan dilakukan identifikasi
loyalitas merek ganda.
Cara ini mempunyai kelemhan, yatu penentuan loyalitas
merek itu sangat arbitrer dan meragukan. Apakah konsumen itu dianggap loyal
jika mereka mencurahkan 100 persen pembelian mereka pada satu merek tertentu?
Atau seharusnya 75 persen? Atau 50 persen? Cara ini tidak memperhatikan factor
kondisi produk kondisi penggunaan produk ketika dibeli.
Preferensi Merek
Cara ini tidak mengukur loyalitas merek yang
menggunakan perilaku nyata sebagagi criterion seperti menggunakan komitmen
psikologi. Dalam hal ini loyalitas merek dianggap sebagai sikap yang positif
terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk
membeli.
Pendekatan atitudinal ini menunjukan bahwa sikap
positif konsumen terhadap suatu merek telah menjadi dasar bagi pemahaman
tenteng loyalitas merek. Oleh karena itu konsumen yang loyal pada sebiah merek
memang secara aktif menyukai merek tersebut.
Komitmen Merek
Preferensi konsumen pada sebuah merek itu merupakan
bagian dari loyalitas konsumen terhadap merek itu. Lain halnya dengan loyalitas
merek , komitmen merek lebih terfokus pada komponen perasaan. Jadi pendekatan
atitudinal ini tidak memasukkan komponen keperilakuan dalam loyalitas merek,
sehingga lebih tepat ditujukan untuk mengukur komitmen merek.
Skala Loyalitas
Definisi loyalitas memberikan gambaran bahwa sebuah
kuran loyalutas itu harus mengacu pada dua hal yaitu :
1. Ketertarikan konsumen pada sebuah merek dan
2. Kerentanan konsumen utnuk berpindah merek
Pada umumnya jumlah item yag dapat dimasukan kedalam
skala loyalitas terbatas hanya berdasarkan baasan panjang. Pembahasan tentang skala
loyalitas lebih difokuskan pada elemen yang disampelkan dari ietm skala berikut
ini.
1. Elemen ketertarikan konsumen pada sebuah
merek.
Konsumen yang teguh pendiriannya untuk tetao memilih
merek tertentu juga mengalami keempat tahap tersebut. Tahap loyalitas tersebut
merupakan bidang-bidang spesifik yang perlu dimasukan ke dalam skala loyalitas
jika masing-masing tahap terwakili. Sebagai contoh untuk masing-masing tahap
loyalitas dapat dilihat pada table 3.
TAHAP
|
REPRESENTASI
|
CONTOH PERNYATAAN
|
Kognitif
|
1. Kualitas merek
2. Superriotas merek
|
Merek A memiliki lebih banyak manfaat dari pada
merek lai dikelasnya
SS
S N TS
STS
|
Afektif
|
1. Tingkat kesukaan
2. Tingkat kepuasan sebelumnya
3. Tingkat keterlibatan
|
Saya sudah semakin dewasa untuk lebih menyukai merek
A dari pada merek lain
SS S N
TS STS
|
Konatif
|
1. Komitmen merek
2. Niat beli
|
Saya berniat melanjutkan pembelian merek A di waktu
yang akan dating.
SS S N
TS STS
|
Tindakan
|
1. Riwayat pembelian
|
Ketika mempunyai suatu kebutuhan akan sebuag produk
dari jenis ini, saya hanya membeli merek A.
SS S N
TS STS
|
Keterangan : SS = sangat setuju, S=setuju,
N=netral, TS=tidak setuju, STS=sangat tidak setuju
2. Elemen kerentanan konsumen untuk berpindah
merek
Pada umumnya elemen ini mencakup manfaat kompetitif
yang menarik, seperti biaya yang lebih rendah dan kualitas yang lebih tinggi,
pada tahap kognitif. Ketidakpuasan potensial terhadap merek yang ada akan
terjadi pada tahap afektif, sedangkan komitmen yang semakin lulntur pada merek
akan berdampak pada tahap konatif.
Rasio penerimaan/penolakan
Jika konsumen diminta untuk menempatkan semua merek ke
dalam kategori yang betul-betul eksklusif, yaitu
1. Pasti akan menggunakan dan
2. Tidak akan pernah menggunakan.
Maka kedua kategori tersebut dapat diinterpretasikan
secara bebas sebagai merek dalam wilayah penerimaan yang berisialternatif Xpe dan merek dalam wilayah penolakan yang
berisi alternative Xpo.
BAGAIMANA MENGIDENTIFIKASI PELANGGAN YANG LOYAL PADA
MEREK ?
Penilitan
menunjukan bahwa loyalitas merek itu merupakan fenomena spesifik yang berkaitan
dengan produk dapat atau tidak dapat loyal dalam sembarang kategori produk
lainnya.
Konsumen yang loyalpada took tertentu cenderung
loyalpada merek tertentu. Hubungan terjadi berdasarkan pemebelian secara
berulang-ulang kali pada took yang sama, konsumen terpaksa membeli merek
tertentu karena hanya merek-merek tersebut yang tersedia di toko itu.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAGI PEMASAR
Dalam sebuah penelitian ditemukana bahwa kesukaan
merek itu terbentuk mulai ketika konsumen masih anak-anak dan menginjak dewasa.
Oleh karena itu pemasar perlu menentukan pelanggan
sasarannya lebih awal dalam daur hidup mereka. Konsumen yang loyal pada merek
akan membentuk suatu basis yang solid bagi profitabbilitas merek itu. Pemasar
dapat menemukan cara-cara untuk memperkuat loyalitas mereknya apabila mampu
mengidentifikasi karakteristik konsumen tersebut.
Pemasar dapat mempengaruhi pola pembelian konsumen
dengan melakukan promosi penjualan yang intensif seperti pemberian kupon atau
dengan menawarkan perubahan harga.
Tanggapan saya:
Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa kesukaan merek
itu terbentuk mulai ketika konsumen masih anak-anak dan menginjak dewasa
(Guest, 1964 dan Solomon, 1996). Konsumen yang loyal pada merek akan membentuk
suatu basis yang solid. Pemasae dapat menemukan cara-cara untuk memperkuat loyalitas
mereknya apabila mampu mengidentifikasi karakteristik konsumen tersebut.
Komitmen merek yang kuat selalu ada pada konsumen yang
loyal merek. Jadi pengembangan loyalitas merek menjadi tugas utama dalam
pemasaran. Untuk memperkuat usaha tersebut pemasar perlu memperhatikan kualitas
produknya dan kegiatan-kegiatan yang mengkomunikasikan kualitas tersebut. Tetapi Jurnal ini mempunyai kekurangan yaitu di dalam
jurnal ini tidak memakai nama tinjauan pustaka namun dirubah menjadi langsung
ke topik pembahasan yaitu mengenai konsep loyalitas pelanggan dan tidak memakai
nama metode penelitian serta yang terakhir tidak memakai keterbatasan
penelitian sesudah kesimpulan.
REFERENSI
Assael, H (1995), concumer Behavior and
Marketing Action, 5th ed. Cincinnati, OH : South-western College
publishing.
Belk, R.W. (1975), “Situational Variable
and Consumer Behavior, “journal of consumer research, vol2, no. 2, pp.
157-167.
Dharmmesta, B. S. 1992, “Riset tentang
minat dan perilaku konsumen: sebuah catatan dan tantangan bagi peneliti yang
mengacu pada ‘theory of reasoned Action,” jurnal ekonomi dan bisnis
Indonesia, Vol. VII, 1, h, 39-53.
Dharmmesta, B. S. 1997,
“keputusan-keputusan stratejik untuk mengeksplorasi sikap dan perilaku
konsumen,”jurnal ekonomi dan bisnis Indonesia, vol. 12, no. 3,h. 1-17.
Hoyer, W. D. and D. J. Maclnnis (1997), consumer
Behavior. Boston , MA: Houghton Mifflin Co.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar